[Seputar Ibadah Shalat]
✿ Haji Muhammad, Selama 37 Tahun Istiqomah Shalah Berjamaah di Masjid.
Apabila Anda menonton siaran langsung shalat
berjamaah 5 waktu dari Masjid Nabawi, maka di shaf terdepan bagian sebelah
kanan dekat dengan imam, Anda akan melihat seorang laki-laki tinggi besar
mengenakan peci berupa turban hitam khas orang-orang Bengali, dialah Haji
Muhammad.
Haji Muhammad, seorang berkebangsaan Afghanistan yang
tinggal di Kota al-Madinah al-Munawwaroh. Ia menjadi seorang yang populer di
Madinah semoga Allah menjaga keikhlasannya karena selama seper empat abad ini
selalu tampak di televisi dengan penampilan khasnya, berada di shaf pertama
Masjid Nabawi untuk menunaikan shalat 5 waktu secara berjamaah.
Haji Muhammad
Ia menceritakan bahwa pertama kali menginjakkan kaki
di Arab Saudi saat berumur 19 tahun. Selama 37 tahun di negeri kaya minyak ini,
Haji Muhammad bekerja sebagai tukang reparasi pipa.
Haji Muhammad mengatakan, “Aku berupaya untuk selalu shalat 5
waktu secara berjamaah di Masjid Nabawi sejak aku masih muda. Aku sangat senang
mengambil dan meletakkan kembali Alquran yang telah dibaca dan ditinggalkan
oleh para pengunjung, agar dapat rapi tertata kembali di lemarinya semula.”
Para jamaah dari luar Madinah dan luar Arab Saudi
banyak yang terkesan dengan keistiqomahannya shalat di shaf pertama dan di
tempat yang sama selama bertahun-tahun. Padahal kita mengetahui sangat sulit
untuk mendapatkan shaf pertama di Masjid Nabawi apalagi sampai bisa berada di
tempat yang sama terus-menerus. Masjid ini sangat ramai dan padat dikunjungi
umat Islam dari berbagai penjuru negeri.
Beberapa orang yang bekali-kali mengunjungi Madinah
senantiasa menjumpainya berada di shaf pertama dan tempat yang sama pula
(sebelah kanan imam). Turban hitamnya membuatnya sangat mudah dikenali oleh
para jamaah.
“Ketika aku mengikat kontrak kerja
dengan seseorang, kukatakan dari awal, aku tidak ingin kehilangan satu kali pun
shalat berjamaah di Masjid Nabawi (lantaran pekerjaan ini). Dan di bulan
Ramadhan, aku meliburkan diri karena aku ingin selalu berada di masjid.” Kata Haji Muhammad.
Apa yang dipraktekkan oleh Haji Muhammad ini
mengingatkan kita kepada para ulama salaf yang senantiasa istiqomah berada di
shaf pertama dalam waktu yang panjang. Muhammad bin Samaah rahimahullahu
berkata, “Aku tinggal selama 40 tahun tidak pernah luput dari takbir pertama
melainkan satu hari saja yaitu hari ketika ibuku meninggal maka luput dari saya
satu shalat berjamaah.”
Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullahu
mengisahkan biografi Said bin al-Musayyab (seorang tabiin) rahimahullahu,
“Tidaklah diseru
panggilan shalat sejak 40 tahun melainkan Sa’id berada di dalam masjid.” (Tahdzibut Tahdzib, 4:87)
Asy-Sya’bi rahimahullahu berkata, “Sejak aku masuk
Islam, tidaklah ditegakkan iqamat shalat melainkan aku masih dalam keadaan
mempunyai wudhu (belum batal wudhunya).” (Tahdzibut Tahdzib, 7:166).
Semoga Allah member taufik kepada kita untuk senantiasa
istiqomah di jalan-Nya.
※ Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.
¤ Muliakanlah orangnya… Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan... Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya… Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah… Yang laki2 entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid… Bahagiakanlah keluarganya… Luaskan rezekinya seluas lautan… Mudahkan segala urusannya… Kabulkan cita-citanya… Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji… Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar. Aamiin ya Rabbal'alamin.
“Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau
harus tahan menanggung perihnya kebodohan” (Imam Syafi’i)